Mengenai Legalitas Taksi Online, Menteri Perhubungan: Equality (Keadilan) Itu Menjadi Syarat
Pasca dilantik menjadi Menteri Perhubungan yang baru,
menggantikan Ignasius Jonan, Budi Karya Sumadi kembali melanjutkan program
penertiban terhadap legalitas taksi online yangmana tahun ini menjadi fokus
perhatian pemerintah khususnya setelah munculnya berbagai masalah serta konflik
sosial yang diakibatkan oleh keberadaan taksi online di tengah – tengah masyarakat.
Berbeda dengan pendahulunya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam
pernyataannya menyebutkan bahwa pihaknya akan mencoba untuk menyelesaikan
persoalan transportasi online ini secara lebih komunikatif agar tidak merugikan
pihak manapun.
Seperti yang pernah kita pahami bersama, keberadaan
taksi online yang hadir tanpa melalui prosedur resmi dari pemerintah, mulai
dari ketersediaan izin beroperasi sebagai transportasi umum, syarat uji KIR
untuk menjaga keamanan dan keselamatan kendaraan umum, pajak kendaraan umum dan
yang tak kalah pentingnya juga adalah status supir taksi online yang seharusnya
sudah memiliki SIM A umum sebagai syarat utama pengemudi transportasi umum.
Namun sayangnya, hingga pada saat ini, syarat – syarat yang seharusnya dipatuhi
tersebut belum semuanya dipenuhi oleh beberapa perusahaan pengelola taksi
online tersebut.
Dalam wawancaranya kepada wartawan, Menteri Budi
Karya Sumadi mengatakan bahwa perlu adanya suatu pemikiran yang positif dan
adil dalam memandang persoalan taksi online ini, bahwasanya haruslah ada
kesamaan antara taksi online dengan taksi konvensional, yakni dalam hal
perizinan, uji KIR dan kewajiban pajak, sehingga tidak mengusik rasa keadilan
dalam persaingan usaha yang sehat, “Marilah kita memiliki cara memandang yang
sama, merah-putih, bahwa equality itu
menjadi syarat,” ujar Budi saat diwawancarai di Kementerian Koordinator
Kemaritiman (02/08/2016). “Equality yang
mendekati kesamaan meski masih beda harus dilakukan.” Lanjutnya.
Budi menambahkan juga dalam waawancaranya bahwa
pengusaha – pengusaha taksi online ini sudah seharusnya bersikap fair dalam
memenuhi persyaratan (izin, pajak dan uji KIR), jangan mangkir dari kewajiban dan pada akhirnya menyebabkan provokasi dan
konflik yang berkepanjangan di kalangan supir taksi-nya sendiri akibat sifat
egois dari para pengusaha yang “nakal” tersebut, “Kalau sekarang tiba-tiba
tidak bisa, jangan-jangan ada upaya yang memang sengaja tidak melakukan.
Tolong sama-sama berpikir positif,” ungkap Menteri Budi Karya lebih lanjut.
Selain Menteri Perhubungan, sebelumnya pihak komisi V
DPR RI juga telah memberikan solusi dengan menerbitkan peraturan terbaru Permenhub
Nomor 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek yang
dikhususkan untuk menjembatani kepentingan bersama antara taksi online dan
taksi konvensional, dimana peraturan tersebut juga turut mengatur beberapa
syarat yang harus dipenuhi para perusahaan pengelola taksi online yang sesuai
dengan prinsip keadilan. Namun bukannya bersikap kooperatif, pihak taksi online
malah memprotes hasil keputusan DPR RI terkait keputusan tersebut dengan
melakukan aksi unjuk rasa. Pihak perusahaan taksi online yang membandel
tersebut, dengan sengaja mengoordinir para supirnya untuk menentang pemerintah,
padahal yang paling berkepentingan dan diuntungkan atas aksi tersebut adalah
pihak pengusahanya sendiri.
Tentunya, respon buruk para pengusaha taksi online dengan
menjadikan para supirnya sebagai “tameng” kepentingan mereka sangatlah
disayangkan. "Peraturan ini dibuat dengan maksud baik. Kalau ada dampak
dari peraturan itu mungkin ambil jalan tengah yang bisa diterima oleh kedua
belah pihak, baik dari pemerintah maupun taksi online," jelas Wakil Ketua
Komisi V Yudi Widiana di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/8). "Pemerintah
juga harus turun tangan untuk memastikan kedua moda itu (online dan
konvensional) bisa sama-sama berjalan. Dan sebagai moda transportasi umum yang
nyaman dan aman," lanjut Yudi menambahkan pernyataannya. Meskipun pihak
taksi online tetap membandel dan tidak bersikap kooperatif, Permenhub Nomor
32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek tetap harus
ditegakkan dan rencananya akan mulai diberlakukan secara tegas per tanggal 01
Oktober 2016.
Kita sbg pengemudi taksi online tidak menjadi tameng dari pengusaha aplikasi manapun, justru pihak aplikasi tidak ada respon dng adanya polemik ini. Mereka lebih bersikap acuh, sedangkan kami dari pihak pengemudi taksi online dibuat kelabakan. Alangkah baiknya kalau pak mentri dishub turun kelapangan dan temui kami pengemudi taksi online.
BalasHapus