Header Ads

Inilah Dampak Kuota Taksi Online Tidak Dibatasi

Gambar dari Poskotanews
Penetapan batas dari jumlah taksi online yang harus beroperasi harus dibatasi dengan menerapkan sistem kuota.  Kuota berguna untuk mengendalikan  keseimbangan dan keterpaduan dari transportasi itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pasal 2 yang terkandung dalam asas dan tujuan UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pertama, asas yang mengatur tentang keseimbangan dapat dilihat pada penjelasan pasal 2 huruf F. UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009  tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Asas seimbang adalah penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang harus
dilaksanakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana serta pemenuhan hak dan kewajiban Pengguna Jasa dan penyelenggara.”
Banyaknya penyelenggara dari jasa taksi online yang tidak memenuhi kewajiban tentang KIR dapat menyebabkan tidak terpenuhinya asas keseimbangan. Khususnya mengenai syarat tentang adanya KIR yang dikatakan menteri Ignasius Jonan, ‎”…….Kedua kendaraannya harus lulus uji KIR. Izin KIR-nya tidak harus di DKI, bisa di tempat macam-macam, perusahaan mobil….."  
KIR atau KEUR (bs. Belanda:penghargaan)  atau Pengujian Kendaraan Bermotor, menurut Pasal 1 butir 7 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 133 Tahun 2015 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor
 “ Pengujian kendaraan bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan/atau memerikasa bagian tau komponen kendaraan bermotor, kereta gandegan, dan kereta tempelan dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.”
Sebanyak 165 Unit Kendaraan berbasis online tidak lulus uji kir sejak dilakukan uji pada 16 Mei 2016. Apa saja yang menyebabkan mobil-mobil berbasis online tersebut tidak lulus uji kir?
"Lampu rem yang mati, ban gundul, mengubah spek kendaraan seperti dimodifikasi menjadi ceper (pendek), rem dan kondisi shockbreaker tidak normal," ujar Kepala Kesatuan Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor Dishub Tiyana B kepada detikcom di kantor Pengujian Kendaraan Bermotor Dishub DKI di Pulogadung, Jakarta Timur, Senin (1/8/2016).
Kedua, Pertama, asas yang mengatur tentang keseimbangan dapat dilihat pada penjelasan pasal 2  huruf H. UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009  tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Yang dimaksud dengan “asas terpadu” adalah penyelenggaraan pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan dengan mengutamakan keserasian dan kesaling bergantungan kewenangan dan tanggung jawab antarinstansi Pembina.”
Mengenai kewenangan dan tanggung jawab antarinstansi Pembina tidak dapat terlihat jelas di dalam Perusahaan kendaraan berbasis online. Perusahaan berbasis Online tidak mempunyai pengaturan mengenai tarif bawah sehingga tidak adanya pelarangan lain halnya dengan taksi non-online.
Direktur PT Citra Transpor Nusantara (Taksi Putra) Mubha Kahar Muang, menjelaskan sebenarnya perusahaannya tidak alergi dengan pemesanan lewat aplikasi, namun hanya menuntut persamaan soal perijinan usaha. “Sebelumnya kami hanya menuntut keadilan dalam perlakuan,” ujar dia di Jakarta Jumat (20/5).
Mubha ingin menunjukkan layanan taksi dapat jalan beriringan dengan layanan transportasi berbasis aplikasi sehingga masyarakat dimudahkan memilih jasa transportasi. "Ketika tidak sesuai tarif bawah kami ditangkap, sedangkan nontaksi (transportasi berbasis aplikasi) bebas menetapkan tarif. Nah menurut kami masalahnya di regulasi," keluh Mubha.
Apabila pemerintah tidak menetapkan kuota taksi atau kendaraaan berbasis online dikhawatirkan tidak terpenuhinya asas keseimbangan karena banyaknya mobil liar yang tidak terpenuhinya syarat uji KIR. Selain itu dapat menghentikan perkembangan pendapatan perusahaan yang telah mengikuti aturan yang menggunakan tarif minimum.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.